Sabtu, 20 November 2021

MENCAMIL KATA SAMPAI MABUK BUKU

 Oleh Lasmi Ningsih

Sepasang suami istri menyelesaikan makan malam dengan cepat.  Menjadi kebiasaan Sang Suami membaca buku atau apa pun sebelum tidur.

“Baca apa, Mas?” tanya Si istri sambil meletakkan scangkir teh lemon madu

“Mas penasaran, mengapa Mama mewariskan buku begitu banyak.” sahut Sang suami sambil melihat dua lemari penuh buku.

Sang Suami membuka alamat email mylovelyfatih@gmail.com tempat surat-surat elektronik dari Mamanya.

Tangerang, Juli 2021

Teruntuk Mas Fatih, Sholihnya Mamah dan Ayah.

Apa kabar Mas? Semoga ketika Mas membaca surat ini, Mas dan keluarga dalam keadaan sehat.  Amin.

Saat Mama menulis surat ini, Mama baru sembuh dari sakit pasca vaksin Covid-19 yang kedua. Mama menulis surat ini, sambil menemanimu main pasir kinetik warna hijau. Yang Mas masukkan ke truk mainan.

Saat  SD , Mas pernah bertanya,” Mengapa Mama sangat suka membelikanku buku ?”

Bahkan Mama rela ikut arisan atau kredit buku demi membelikanmu buku. Kamu ingat, buku apa yang pertama Mama belikan? Ya, buku “Muhammad Teladanku”. Karena Mama berharap kamu punya idola terbaik di dunia. Selain itu Rasul Muhammad SAW dapat memberikan menolong kita di akhirat. Buku kedua yang Mama belikan adalah “Sains Quran Menakjubkan”. Mamah berharap kamu mengenal keajaiban  Al Quran dari sudut pandang Ilmu Pengetahuan.

Mama ingin, Mas dapat merasakan manfaat membaca buku seperti yang Mama rasakan. Menjadikan buku sebagai teman setia. Mama tidak ingin Mas merasakan susahnya mencari bahan bacaan yang berkualitas seperti Mama kecil dulu.

Saat Mama masih SD, sulit mendapatkan buku cerita. Selain perpustakaan sekolah dipenuhi buku pelajaran dan minim buku cerita. Pun perpustakaan sekolah menjadi tempat pilihan terakhir untuk dikunjungi. Karena perpustakaan mirip gudang bau tak terawat. Buku bertebaran tidak beraturan di rak keropos.

Mama bersyukur mempunyai Kakak seorang guru. Karena di rumah kakekmu, Ommu menyediakan sebuah ruangan khusus untuk belajar. Lengkap dengan buku-buku tersusun rapi di atas rak buku buatan kakekmu. Meskipun rak didominasi buku pelengkap kejar paket A tak mengurangi semangat Mama untuk mencamil kata demi kata dari buku tersebut.

Sambil menunggu drama radio “Saur Sepuh” setiap jam 16.00 WIB, Mama pasti membaca buku. Salah satu buku kesukaan Mama berjudul “Siapa Punya Kuali Panjang”. Buku itu menceritakan seorang wanita cantik nan kaya yang kebingungan memasak ikan besar dan panjang hasil tangkapan suaminya. Ia keliling kampung untuk meminjam kuali panjang. Tiba di gubug yang dihuni seorang wanita sederhana.

Wanita itu berkata,” Mengapa tidak kamu potong ikan itu supaya bisa masuk ke kuali?”

Mungkin ini hanya cerita sederhana, namun sangat membekas bagi Mama. Bahwa menjadi seorang istri harus cerdas. Kecerdasan tidak hanya dari sekolah formal. Namun dapat dimulai dari bersahabat dengan buku.

Menginjak masa putih biru, Mama sangat terkesan dengan guru Bahasa Indonesia Mama. Bu Endang namanya. Mulut Mama sampai ternganga kala mendengar Beliau membacakan puisi di depan kelas. Mama merasa jatuh cinta dengan puisi. Mulai penjelajahan mencicipi macam-macam buku puisi di perpustakaan. Dari karya Chairil Anwar sampai Sutardji Caloum Bachri Mama lahap sampai mabuk.  Selain itu kata orang,” Orang yang sedang jatuh cinta mudah membuat puisi.” Betul, Mama merasakannya. Satu buku tulis, penuh coretan puisi Mama. Namun sayang buku itu raib, kala Mama merantau ke Tangerang.

Memasuki masa putih abu-abu, Mama sekolah di SMAN 2 Magelang. Sekolah favorit kedua kala itu. Awalnya Mama merasa rendah diri. Anak kampung dengan ibu tak bisa baca, sedang ayah hanya lulusan Sekolah Rakyat. Mama mengalihkan rasa itu dengan banyak membaca buku. Perpustakaan adalah tongkrongan pertama kala jeda pelajaran. Karena uang saku hanya cukup untuk beli minum dan kue pengganjal perut.

Di sekolah ini, Mama berkenalan dengan surga membaca dan menulis. Kelas satu, Mama diwajibkan membaca buku novel berbahasa Inggris. Menterjemahkan dan membuat sinopsis dalam Bahasa Inggris. Sinopsis harus diketik rapi dan dijilid. Guru PAI, memberikan tugas membaca dan menulis rangkuman Tafsir Al Quran (Tafsir Al Misbah)

Memasuki kelas dua SMA, Mama terpilih menjadi ketua pertama “Koperasi Wasis”. Koperasi yang beranggotakan semua guru dan siswa. Di akhir periode, Mama diwajibkan pidato untuk mempertanggungjawabkan satu tahun kepemimpinan Mama. Saat itu Mama ingin menangis.

 

Semalam suntuk tidak bisa tidur, "Apa yang harus aku lakukan?" 

 

Mama ingat pernah membaca  buku berjudul " Koperasi Indonesia". Mama pinjam ulang buku itu di perpustakaan. Menghafalkan pidato dari lampiran di buku tersebut. Akhirnya Mama sukses memberikan pertanggung jawaban di depan Kepala Sekolah, Dewan Guru, dan teman seangkatan berkat sebuah buku.

 

Selain itu, menjadi kewajiban setiap siswa yang mau naik kelas 3 untuk membuat sebuah karya ilmiah. Karena Mama masuk jurusa Ilmu Sosial (A3), Mama harus membuat karya ilmih tentang Ilmu Sosial. Mama bingung mau membuat karya ilmiah tentang apa. Kalau tentang Koperasi Mama harus survei ke koperasi di lingkungan sekitar. Sedang Mama anak kampung. Di sekitar rumah Mama belum ada koperasi.

 

Mama konsultasi dengan guru pembimbing, Bu Titik, Guru Bahasa Indonesia. Beliau menyarankan, kalau tidak bisa menemukan koperasi untuk bahan karya ilmiah, Mama bisa menggunakan literasi pustaka. Jadi tidak harus melakukan survei. Hanya harus banyak membaca buku.

 

Mama memberanikan diri mengajukan judul karya ilmiah “ Apresiasi Instrinsik Sastra Pujangga Lama dan Baru”. Mas tahu reaksi Bu Titik tentang judul Mama?

“Sepanjang Aku mengajar Bahasa Indonesia, lebih dari dua puluh tahun, baru kamu yang membuat karya ilmiah Bahasa Indonesia,”kata Bu Titik berkaca-kaca, sambil menyerahkan tumpukan buku koleksi Beliau untuk Mama jadikan tambahan referensi.

 

Mama mulai mabuk novel saat kelas tiga SMA. Karena di perpustakaan sekolah jumlah novel terbatas Mama mulai mencari pinjaman ke temen. Kebetulan di belakang sekolah Mama ada sebuah tempat penyewaan buku. Agar Mama bisa menyewa novel, Mama menjadi tukang cuci piring di sebuah rumah makan setiap hari Minggu.

 

Setelah lulus SMA, Orang tua Mama tidak sanggup menyekolahkan Mama. Mama memutuskan untuk bekerja di Tangerang. Di tahun kelima bekerja, Mama berkenalan dengan komunitas mengaji. Di komunitas tersebut ada kewajiban kultum dan membaca buku. Membuat Mama bercita-cita mempunyai perpustakaan pribadi. Mama mulai berlangganan majalah Ummi atau Annida. Mulai menyisihkan uang untuk membeli buku. Meski hanya satu tahun satu buku.

 

Mama merasakan banyak manfaat dari membaca buku. Salah satunya saat Mama akhirnya memutuskan menjadi seorang guru. Mama harus bisa berbicara di depan umum. Mama merasa keberanian itu dimulai sejak Mama berkenalan dengan buku Koperasi Sekolah saat SMA.

 

Selain itu, Mama bisa menjadi lebih bijaksana. Semakin banyak buku yang Mama baca, Mama dapat memandang suatu masalah dari sudut pandang berbeda. Mama menjadi lebih bijaksana, lebih optimis menghadapi hidup. Yang paling penting Mama merasa sehat dan bahagia dengan membaca buku. Dengan membaca buku, otak Mama bekerja, menelusuri huruf demi huruf. Kemudian menangkap makna tersirat dan tersurat dari buku tersebut. Semoga Mas dan keluarga meneruskan cita-cita Mama untuk mencintai buku.

 

“Mama, terimakasih untuk semua buku yang pernah Mama bacakan untukku. Meski banyak buku digital saat ini, kehadiran warisan buku secara fisik peninggalan Mama tetap tak tergantikan, ” lirih Sang Suami

 

Sambil menggengam tangan Sang suami, Si  istri berkata, “ Akupun merasakan banyak manfaat dari warisan Mama di lemari itu. Aku dapat membacakan anak-anak cerita , sukses memasak enak untuk keluarga dan bisa mengatasi perbedaan komunikasi diantara kita karena buku Mama.  Terima kasih, Ma!”

 

 

 

 

 

 

 

 Tulisan ini telah dibukukan dalam Buku Antologi KMA -OP 31 Sahabat Guru Super Indonesia dengan editor dan mentor Master Eka Wardana

 

Setelah mengikuti kelas ini Saya (Lasmi Ningsih) menjadi pribadi yang positif, buktinya:

Saya berusaha memandang permasalahan menulis yang dihadapi sebagai tantangan untuk menemukan solusi , ilmu  dan pengalaman baru, bahkan saudara baru. Menggali kenangan dan perasaan akan interaksi dengan buku dari kecil, membentuk karakter dan kepribadian Saya saat ini. Pepatah mengatakan,” Masa lalu membentuk masa depan”

 

 

 


0 komentar:

Posting Komentar