Oleh Lasmi Ningsih
Sepasang suami istri
menyelesaikan makan malam dengan cepat.
Menjadi kebiasaan Sang Suami membaca buku atau apa pun sebelum tidur.
“Baca apa, Mas?” tanya
Si istri sambil meletakkan scangkir teh lemon madu
“Mas penasaran,
mengapa Mama mewariskan buku begitu banyak.” sahut Sang suami sambil melihat
dua lemari penuh buku.
Sang Suami membuka
alamat email mylovelyfatih@gmail.com tempat surat-surat
elektronik dari Mamanya.
Tangerang,
Juli 2021
Teruntuk
Mas Fatih, Sholihnya Mamah dan Ayah.
Apa
kabar Mas? Semoga ketika Mas membaca surat ini, Mas dan keluarga dalam keadaan
sehat. Amin.
Saat
Mama menulis surat ini, Mama baru sembuh dari sakit pasca vaksin Covid-19 yang
kedua. Mama menulis surat ini, sambil menemanimu main pasir kinetik warna hijau.
Yang Mas masukkan ke truk mainan.
Saat SD , Mas pernah bertanya,” Mengapa Mama
sangat suka membelikanku buku ?”
Bahkan
Mama rela ikut arisan atau kredit buku demi membelikanmu buku. Kamu ingat, buku
apa yang pertama Mama belikan? Ya, buku “Muhammad Teladanku”. Karena Mama
berharap kamu punya idola terbaik di dunia. Selain itu Rasul Muhammad SAW dapat
memberikan menolong kita di akhirat. Buku kedua yang Mama belikan adalah “Sains
Quran Menakjubkan”. Mamah berharap kamu mengenal keajaiban Al Quran dari sudut pandang Ilmu Pengetahuan.
Mama
ingin, Mas dapat merasakan manfaat membaca buku seperti yang Mama rasakan.
Menjadikan buku sebagai teman setia. Mama tidak ingin Mas merasakan susahnya
mencari bahan bacaan yang berkualitas seperti Mama kecil dulu.
Saat
Mama masih SD, sulit mendapatkan buku cerita. Selain perpustakaan sekolah
dipenuhi buku pelajaran dan minim buku cerita. Pun perpustakaan sekolah menjadi
tempat pilihan terakhir untuk dikunjungi. Karena perpustakaan mirip gudang bau
tak terawat. Buku bertebaran tidak beraturan di rak keropos.
Mama
bersyukur mempunyai Kakak seorang guru. Karena di rumah kakekmu, Ommu
menyediakan sebuah ruangan khusus untuk belajar. Lengkap dengan buku-buku
tersusun rapi di atas rak buku buatan kakekmu. Meskipun rak didominasi buku
pelengkap kejar paket A tak mengurangi semangat Mama untuk mencamil kata demi
kata dari buku tersebut.
Sambil
menunggu drama radio “Saur Sepuh” setiap jam 16.00 WIB, Mama pasti membaca buku.
Salah satu buku kesukaan Mama berjudul “Siapa Punya Kuali Panjang”. Buku itu
menceritakan seorang wanita cantik nan kaya yang kebingungan memasak ikan besar
dan panjang hasil tangkapan suaminya. Ia keliling kampung untuk meminjam kuali
panjang. Tiba di gubug yang dihuni seorang wanita sederhana.
Wanita
itu berkata,” Mengapa tidak kamu potong ikan itu supaya bisa masuk ke kuali?”
Mungkin
ini hanya cerita sederhana, namun sangat membekas bagi Mama. Bahwa menjadi
seorang istri harus cerdas. Kecerdasan tidak hanya dari sekolah formal. Namun
dapat dimulai dari bersahabat dengan buku.
Menginjak
masa putih biru, Mama sangat terkesan dengan guru Bahasa Indonesia Mama. Bu
Endang namanya. Mulut Mama sampai ternganga kala mendengar Beliau membacakan
puisi di depan kelas. Mama merasa jatuh cinta dengan puisi. Mulai penjelajahan
mencicipi macam-macam buku puisi di perpustakaan. Dari karya Chairil Anwar
sampai Sutardji Caloum Bachri Mama lahap sampai mabuk. Selain itu kata orang,” Orang yang sedang
jatuh cinta mudah membuat puisi.” Betul, Mama merasakannya. Satu buku tulis,
penuh coretan puisi Mama. Namun sayang buku itu raib, kala Mama merantau ke
Tangerang.
Memasuki
masa putih abu-abu, Mama sekolah di SMAN 2 Magelang. Sekolah favorit kedua kala
itu. Awalnya Mama merasa rendah diri. Anak kampung dengan ibu tak bisa baca,
sedang ayah hanya lulusan Sekolah Rakyat. Mama mengalihkan rasa itu dengan
banyak membaca buku. Perpustakaan adalah tongkrongan pertama kala jeda
pelajaran. Karena uang saku hanya cukup untuk beli minum dan kue pengganjal
perut.
Di
sekolah ini, Mama berkenalan dengan surga membaca dan menulis. Kelas satu, Mama
diwajibkan membaca buku novel berbahasa Inggris. Menterjemahkan dan membuat
sinopsis dalam Bahasa Inggris. Sinopsis harus diketik rapi dan dijilid. Guru
PAI, memberikan tugas membaca dan menulis rangkuman Tafsir Al Quran (Tafsir Al
Misbah)
Memasuki kelas dua
SMA, Mama terpilih menjadi ketua pertama “Koperasi Wasis”. Koperasi yang beranggotakan
semua guru dan siswa. Di akhir periode, Mama diwajibkan pidato untuk
mempertanggungjawabkan satu tahun kepemimpinan Mama. Saat itu Mama ingin
menangis.
Semalam suntuk tidak bisa tidur, "Apa yang harus aku
lakukan?"
Mama ingat pernah membaca buku berjudul " Koperasi Indonesia".
Mama pinjam ulang buku itu di perpustakaan. Menghafalkan pidato dari lampiran
di buku tersebut. Akhirnya Mama sukses memberikan pertanggung jawaban di depan
Kepala Sekolah, Dewan Guru, dan teman seangkatan berkat sebuah buku.
Selain itu, menjadi kewajiban setiap siswa yang
mau naik kelas 3 untuk membuat sebuah karya ilmiah. Karena Mama masuk jurusa
Ilmu Sosial (A3), Mama harus membuat karya ilmih tentang Ilmu Sosial. Mama
bingung mau membuat karya ilmiah tentang apa. Kalau tentang Koperasi Mama harus
survei ke koperasi di lingkungan sekitar. Sedang Mama anak kampung. Di sekitar
rumah Mama belum ada koperasi.
Mama konsultasi dengan guru pembimbing, Bu
Titik, Guru Bahasa Indonesia. Beliau menyarankan, kalau tidak bisa menemukan
koperasi untuk bahan karya ilmiah, Mama bisa menggunakan literasi pustaka. Jadi
tidak harus melakukan survei. Hanya harus banyak membaca buku.
Mama memberanikan diri mengajukan judul karya
ilmiah “ Apresiasi Instrinsik Sastra Pujangga Lama dan Baru”. Mas tahu reaksi
Bu Titik tentang judul Mama?
“Sepanjang Aku mengajar Bahasa Indonesia, lebih
dari dua puluh tahun, baru kamu yang membuat karya ilmiah Bahasa
Indonesia,”kata Bu Titik berkaca-kaca, sambil menyerahkan tumpukan buku koleksi
Beliau untuk Mama jadikan tambahan referensi.
Mama mulai mabuk novel saat kelas tiga SMA.
Karena di perpustakaan sekolah jumlah novel terbatas Mama mulai mencari
pinjaman ke temen. Kebetulan di belakang sekolah Mama ada sebuah tempat
penyewaan buku. Agar Mama bisa menyewa novel, Mama menjadi tukang cuci piring
di sebuah rumah makan setiap hari Minggu.
Setelah lulus SMA, Orang tua Mama tidak sanggup
menyekolahkan Mama. Mama memutuskan untuk bekerja di Tangerang. Di tahun kelima
bekerja, Mama berkenalan dengan komunitas mengaji. Di komunitas tersebut ada
kewajiban kultum dan membaca buku. Membuat Mama bercita-cita mempunyai
perpustakaan pribadi. Mama mulai berlangganan majalah Ummi atau Annida. Mulai
menyisihkan uang untuk membeli buku. Meski hanya satu tahun satu buku.
Mama merasakan banyak manfaat dari membaca buku.
Salah satunya saat Mama akhirnya memutuskan menjadi seorang guru. Mama harus
bisa berbicara di depan umum. Mama merasa keberanian itu dimulai sejak Mama
berkenalan dengan buku Koperasi Sekolah saat SMA.
Selain itu, Mama bisa menjadi lebih bijaksana.
Semakin banyak buku yang Mama baca, Mama dapat memandang suatu masalah dari
sudut pandang berbeda. Mama menjadi lebih bijaksana, lebih optimis menghadapi
hidup. Yang paling penting Mama merasa sehat dan bahagia dengan membaca buku. Dengan
membaca buku, otak Mama bekerja, menelusuri huruf demi huruf. Kemudian
menangkap makna tersirat dan tersurat dari buku tersebut. Semoga Mas dan
keluarga meneruskan cita-cita Mama untuk mencintai buku.
“Mama, terimakasih untuk
semua buku yang pernah Mama bacakan untukku. Meski banyak buku digital saat
ini, kehadiran warisan buku secara fisik peninggalan Mama tetap tak
tergantikan, ” lirih Sang Suami
Sambil menggengam tangan
Sang suami, Si istri berkata, “ Akupun
merasakan banyak manfaat dari warisan Mama di lemari itu. Aku dapat membacakan
anak-anak cerita , sukses memasak enak untuk keluarga dan bisa mengatasi
perbedaan komunikasi diantara kita karena buku Mama. Terima kasih, Ma!”
Setelah mengikuti kelas ini Saya
(Lasmi Ningsih) menjadi pribadi yang positif, buktinya:
Saya berusaha memandang
permasalahan menulis yang dihadapi sebagai tantangan untuk menemukan solusi ,
ilmu dan pengalaman baru, bahkan saudara
baru. Menggali kenangan dan perasaan akan interaksi dengan buku dari kecil,
membentuk karakter dan kepribadian Saya saat ini. Pepatah mengatakan,” Masa
lalu membentuk masa depan”
0 komentar:
Posting Komentar