Tersebutlah
seorang guru. Sebut saja namanya Bu Ning.
Menjadi guru adalah
panggilan hatinya. Pun ketika harus memilih sekolah yang dekat dengan rumah.
Meski karir di sekolah lama sedang bersinar. Dengan segala konsekuensi atas
pilihan tersebut.
Tahun
2015 Bu Ning mutasi di sebuah sekolah pinggiran di kecamatan Panongan. Miris
bagi Bu Ning, mendapati sekolah yanv jauh dari layak. Banyak meja berlobang
atau goyang. Atas kelas penuh lubang,pun dengan tembok sekolah yang sudah
belah.
Bu Ning berharap dengan
mengajar menggunakan HP, anak-anak bisa belajar dengan senang dan bermanfaat
untuk masa depannya. Jangan sampai pengalaman pahir Bu Ning saat sekolah dasar
terulang. Mendapatkan nilai dibawah KKM karena gurunya galak dan kurang
kooperatif dengan siswa.
Oleh
karena itu, Bu Ning berusaha mencari diklat di internet . Bertepatan dengan
dibukanya diklat peningkatan kompetensi guru dalam bidang informasi teknologi
yang diadakan PUSTEKOM. Akhirnya mengikuti diklat secara mandiri.
Bagi
seorang guru kemampuan berbicara di depan umum menjadi salah satu kompetensi
yang harus dimiliki. Bagaimana tidak ? Seorang guru harus manjalin komunikasi
dua arah yang efektif dengan peserta didik. Bu Ning menyadari bahwa
kemampuannya berbicara di depan umum tak
lepas dari pengalaman masa SMA ketika menjadi Ketua Koperasi WASIS. Saat itu Bu
Ning harus berpidato di depan kepala sekolah, dewan guru, dan siswa untuk
mempertanggungjawabkan satu tahun kepemimpinannya.
Pada
awalnya Bu Ning tidak percaya diri. Sampai suatu ketika Bu Sari, Guru IPS
menyarankan untuk membuat naskah pidato dan dihafalkan. Selain itu Beliau juga
menyarankan untuk membaca buku Koperasi di perpustakaan sebagai referensi
membuat pidato.
Bu
Ning menyadari bahwa Guru menjadi factor penting keberhasilan anak didik di
masa yang datang. Karena seorang guru bisa menjadi teladan, idola, motifator
dan fasilitator bagi peserta didik. Dimana seorang guru tidak hanya sekedar
mentranfer ilmu, namun membentuk sikap bekerja keras, pantang menyerah dan
optimis dengan kemampuan diri sendiri.
Setelah
mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak, Bu Ning menyadari bahwa seorang
guru hendaknya mendidikasikan 24 jam waktu yang ia punya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Dimulai dari kelasnya, sekolah, dan komunitas sekitarnya.
Seorang
guru juga menempatkan dirinya sebagai
orang tua kedua di sekolah. Tanpa pamrih mendidik sikap. Jika ada masalah dalam
pembelajaran selalu melakukan refleksi. Tidak menyalahkan orang lain, namun
aktif mencari solusi.
Bu
Ning juga memandang setiap anak adalah cerdas. Ada yang cerdas bahasa, logika
matematika, kinestetik maupun cerdas dalam
bidang seni. Sudah sepatutnya seorang guru menemukan mutiara-mutiara
dalam diri anak didik. Kemudian mengasahkan agar kelak di masa yang akan datang
menjadikan sumber penghidupan untuk anak. Yang tak kalah penting adalah
membekali anak untuk tetap beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai
manusia, Bu Ning menyadari jauh dari sempurna. Pun tentang nilai dan peran
sebagai guru penggerak. Untuk menggerakkan komunitas sekolah, Bu Ning melakukan pendekatan kepada rekan
sejawat. Berbicara dari hati-kehati tentang Filosofi Ki Hadjar Dewantara.
Selain itu, Bu Ning juga mensosialisasikan program yang sudah dibuatnya kepada Kepala
Sekolah, Ibu Hj.Emi Suhaemi,S.Pd.SD. Memang belum maksimal. Namun tetap
diupayakan untuk melakukan refleksi atas capaian program yang sudah dibuat.
Menjadi
Guru Penggerak bagi Bu Ning adalah sebuah amanah yang besar. Agar amanah itu
berjalan maksimal, Bu Ning berusaha komitmen dengan jadwal yang sudah dibuat.
Rutin melakukan refleksi dan menuliskannya. Sebagai bahan evaluasi dan rencana
tindak lanjut. Melakukan koordinasi, berbagai dan kolaborasi dengan sesame guru
penggerak untuk saling menguatkan.
Setiap
program pasti ada hambatan. Bagi Bu Ning hambatan adalah tantangan untuk bisa
berpikir dan bertindak kreatif. Misal keterbatasan orang tua memfasilitasi
kuota untuk pembelajaran interaktif saat pembelajaran jarak jauh. Bu Ning
berusaha menggunakan aplikasi Watsapp namun tetap interaktif di kelas. Online
selama jam belajar. Membirakan penjelasan dan contoh-contoh sebelum memberikan
tugas. Menggunakan pesan suara, video call pribadi ataupun menggunakan game
interaktif seperti quiziz.
Bu
Ning menyadari, salah satu hambatan terbesar adalah saat Bibi yang mengasuh
anak tidak bisa datang. Karena Bu Ning masih mempunyai anak usia 4 tahun, mau
tidak mau anak dibawa ke sekolah. Mengajar sambil mengasuh, bagi Bu Ning
mengurangi hak siswa untuk belajar. Namun Bu Ning selalu melakukan komunikasi
baik kepada siswa maupun kepada orang tua murid. Jika anak sedang tidak kondusif,
jam belajar dialihkan ke jam saat anak tidur.
0 komentar:
Posting Komentar