Karya Lasmi Ningsih
Salam dan bahagia
Sebut namaku Budi, aku anak sulung dari empat bersaudara. Setiap pagi, kala keluarga lain masih terbuai mimpi di bawah hangatnya selimut, aku sudah harus bangun. Kehebohan bermula di depan kamar mandi. Dengan setengah kantuk aku sudah antri sambil menyandar ditembok, padahal belum genap 5 jam mata terpejam. Di susul ketiga adikku. Ada dealine pekerjaan yang menggiurkan yang aku tekuni. Awalnya ibuku menentang ketika aku memulai bisnis itu.
“Tugasmu hanya sekolah
dan membanggakan ayah ibu. Kalau kamu sekolah sambil bekerja, nanti sekolahmu
terganggu.” nasehat Ibu kala itu.
Tapi ketika aku melihat
kesulitan ekonomi ayah dan ibu sejak pandemi Covid-19 melanda, dua tahun yang
lalu. Ayahku hanya karyawan swasta dengan gaji UMR. Ibu seorang ibu rumah
tangga super power. Dengan kesibukan Beliau dari mengurus rumah agar rapi,
memasak, mencuci dan menyetrika. Ditambah menemani belajar adikku yang masih
duduk di bangku TK dan SD. Beliau masih sempat berdagang online. Sebagai anak sulung
hatiku terketuk untuk ikut bertanggung jawab.
Sebagai seorang muslim,
Aku bersyukur sejak sekolah dasar bu guru membiasakan sholat lima waktu. Meski
awalnya untuk memenuhi nilai praktik PPKN tentang mengamalkan sila pertama
Pancasila. Kalau ingat waktu itu, Aku senyum-senyum sendiri. Bayangkan aku
sholat sambil marah-marah. Apalagi sholat subuh.
Sedang enak tidur
dibangunkan sama ibu sambil berteriak,” Ibu malu kalau nilai kamu jelek karena
malas sholat subuh! Cepat bangun!”. Setelah itu seisi rumah pasti bangun.
Atau ketika sedang
senang-senangnya main di rumah Kristian. Ibu menunggu aku di depan pintu,
sambil berkacak pinggang, “Tumben belum ibu samperin sudah pulang?”
Sambil memeluk ibu aku
berkata,“Budi nggak mau membuat ibu
marah. Budi sayang ibu”.
Padahal Kristian yang
mengingatkan agar aku pulang sholat ashar dulu. Senangnya punya sahabat yang
saling mengingatkan dalam kebaikan.
Waktu itu, kami diberikan tugas kelompok oleh Bu Ning.
Teman-teman mengusulkan mengerjakan dihari Minggu pagi. Made mengingatkan,
jangan mengerjakan di hari Minggu pagi, karena Kristian dan Elisa harus ke
gereja untuk kebaktian. Akhirnya setelah kompromi yang lumayan menyita waktu.
Di putuskan Minggu siang kami akan mengerjakan tugas kelompok. Karena Minggu
sore giliran aku dan Made yang tidak bisa karena kami akan main bola di
lapangan.
Meski belum genap 17
tahun aku sudah menghasilkan uang sendiri. Berawal dari hobi main game. Hampir
setiap hari aku main game bersama Kristian dan Made. Pernah suatu hari kami
tidak ikut belajar daring. Bu Ning menelepon kami satu persatu. Tapi dasar kami
bandel. Kami mengiyakan saat diminta ikut kelas keesokkan harinya.
Tapi kenyataannya kami
tidak fokus belajar dan malas mengerjakan tugas. Berimbas pada nilai akademik
kami yang merosot jauh. Bu Ning tidak marah, namun memberi kejutan di hari
berikutnya
Hari Minggu pagi tak
terduga Bu Ning datang ke rumah kami. Aku diajak ngobrol panjang lebar tentang
hobiku main game. Bu Ning bertanya,” Budi, kalau ibu tantang kamu untuk membuat
sebuah game bisa?”
Dengan segala alasan
aku menolak. Yang susahlah, capeklah ditambah nggak ada wifi di rumah. Enakan main dari pada buat. Tapi Bu Ning
dengan sabar memotivasiku. Meminjamiku buku tentang cara membuat game
sederhana. Memberikan link kursus
game gratis atau tutorial cara buat video.
Aku takkan melupakan
rentetan pertanyaan dari bu Ning tentang, kalau aku kalau mati akan dikenang
sebagai apa? Sebagai anak pecandu game, dan drop
out dari sekolah atau sebagai pembuat game? Apa yang bisa aku lakukan agar
aku bisa menjadi gamer sukses?
Satu kata yang selalu
aku ingat,”Kalau kamu bisa buat game, kamu bisa menghasilkan uang sendiri. Bisa
buat ayah dan ibu bangga. Bahkan dengan membuat game yang unik tentang
kebudayaan Indonesia. Kamu akan mengharumkan nama Indonesia. Ingat Budi, keberhasilanmu di masa depan
ditentukan oleh apa yang kamu lakukan saat ini!”
Profil Pelajar Pancasila yang ditanamkan dari cerita di atas :
1. Beriman dan Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlaq mulia
2. Mandiri
3. Gotong Royong
4. Bernalar kritis
5. Berkebhinekaan Global
6. Kreatif
0 komentar:
Posting Komentar