Rabu, 20 Oktober 2021

Peran Guru dalam Menciptakan Budaya Positif di Sekolah

 



Guru ibarat petani kehidupan yang mempunyai bibit unggul (siswa). Agar bibit unggul tersebut tumbuh sesuai dengan kodratnya, seorang guru perlu membuat tanah subur dengan memberi pupuk, menyirami, dan membasmi gulma yang tumbuh.  Menciptakan budaya positif layaknya menyuburkan tanah, menyirami dan membasmi gulma tersebut.

Budaya positif diawali dari menumbuhkan disiplin positif dalam diri guru. Dimana sebagai guru penggerak sebelum menggerakkkan orang lain, ia harus mampu mengontrol diri sendiri, mampu menguasai diri untuk memimilih tindakan yang mengacu kepada nilai-nilai yang guru tersebut yakini. Setelah guru menjadi motivator untuk dirinya sendiri, barulah bergerak menumbuhkan disiplin positif dimulai dari siswa, warga sekolah tempat guru menggajar, dan terus bergerak hingga terbentuk komunitas praktisi yang mempunyai motivasi intrinsik tinggi sehingga Profil Pelajar Pancasila dapat terwujud.

 

Setiap anak mempunyai nilai-nilai yang diyakini. Gurulah yang berusaha menumbuhkan nilai-nilai tersebut agar menjadi keyakinan diri. Guru memberikan pertanyaan,” akan menjadi orang yang seperti apa bila saya melakukannya?.”  

        Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

            Nilai-nilai yang mereka yakini dan bersifat universal (terlepas dari agama, suku, bangsa dan adat istiadat) , dituangkan dalam keyakinan kelas. Semua murid dipandu oleh guru untuk menuliskan keyakinan yang mereka yakini. Musyawarah dan mengambil empat atau lima nilai-nilai universal sebagai keyakinan kelas.

Berikut Contoh Keyakinan kelas 6 :

1.      Semangat belajar

2.      Suka bertanggung jawab

3.      Saling menghormati

4.      Saling membantu

Dalam menumbuhkan displin positif pasti akan ditemui masalah. Baik itu masalah yang terjadi dalam proses kegiatan belajar mengajar, maupun masalah antar siswa di luar jam belajar (saat istirahat). Pun masalah siswa dengan orang tua yang berimbas pada kegiatan belajar siswa. Tak jarang ketika siswa bermasalah ia akan menarik diri dari kelompoknya karena merasa rendah diri. Namun dengan adanya restitusi hal tersebut dapat terhindarkan. Justru anak yang bermasalah dapat belajar dari kesalahan dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Guru membiasakan siswa melakukan evaluasi diri :



 

Restitusi


  •  proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)
  • Proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
  • Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah.
  •  Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan.Tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.
  • Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya.

 

Ciri Restitusi

  • Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
  • Restitusi memperbaiki hubungan
  • Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
  • Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri
  • Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
  • Restitusi diri adalah cara yang paling baik (kecenderungan mengomentari orang lain beralih ke mengomentari diri sendiri)
  • Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan
  • Restitusi menguatkan (Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah?
  • Restitusi fokus pada solusi (ibu tidak akan membahas siapa yang  salah.

·         Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya (Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya bisa menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita seharusnya mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha mengembalikan mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat).

Segitiga Restitusi


1. Menstabilkan Identitas

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi proaktif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:
• Berbuat salah itu tidak apa-apa.
• Tidak ada manusia yang sempurna
• Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
• Kita bisa menyelesaikan ini.
• Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
• Kamu berhak merasa begitu.
• Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?

2. Validasi tindakan yang salah

Guru menempatkan pada posisi siswa. Pada tahap ini yang dikatakan guru dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka adalah : 
• “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
• “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
• “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
• “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”

3. Menanyakan Keyakinan

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.
• Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
• Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
• Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
• Kamu mau jadi orang yang seperti apa?
Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?
Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?
Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka jd orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.

Sejatinya ketika murid berbuat salah, ia sedang memenuhi kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, sebagai guru kita harus memahami 5 kebutuhan dasar tersebut. Sehingga ketika kita akan melakukan segitiga restitusi kepada murid, kita memahami murid sedang ingin memenuhi kebutuhan dasar mana?


Pun ketika murid murid melakukan suatu hal, pasti ada motivasi yang mendasarinya. Adapun motivasi tersebut seperti gambar di bawah ini

1. Menghindari rasa sakit atau hukuman

2. Mendapatkan penghargaan dan penghormatan dari orang lain

3. Menghargai diri sendiri





Pada awalnya murid pergi ke sekolah karena disuruh orang tua. Kalau tidak ke sekolah dimarahi, tidak diberi jajan, atau hukuman lain. Namun ketika kita di sekolah memberikan pembelajaran yang menyenangkan, mempunyai kedekatan emosi dengan murid. Ketika murid berbuat salah kita melakukan praktik coaching dan segitiga restitusi. Memberikan penghargaan atas capaian prestasi murid sekecil apapun. Niscaya murid akan bergeser motivasinya dari menjadi sosok profil Pelajar Pancasila yang menghargai dirinya sendiri. Mempunyai motivasi internal menjadi sosok pribadi pembelajar sepanjang hayat. 





1 komentar: