Korelasi antara Budaya
Positif dengan Filosofi Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara
Menurut Ki Hadjar Dewantara setiap anak adalah merdeka, mereka mempunyai kebebasan menentukan pilihan berdasarkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Dr. William Glasser dalam Control Theory, bahwa guru tidak berhak memaksa siswa, jika siswa memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai.
Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan
atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang
merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang
dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak
memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk
mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan
dari dalam diri kita sendiri.
Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali
potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna.
Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol
diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada
nilai-nilai yang kita hargai.
Korelasi antara Budaya Positif dengan Nilai dan Peran
Guru Penggerak
Salah satu peran guru adalah memimpin pembelajaran di kelas.
Agar pembelajaran berjalan sukses dan potensi siswa berkembang maksimal, guru
hendaklah menciptakan lingkungan belajar yang berpihak pada murid. Lingkungan
belajar terdiri dari lingkungan fisik maupun psikologis. Mengupayakan
pembiasaan budaya positif di kelas sebagai salah satu upaya untuk
mengoptimalkan potensi siswa sesuai kodratnya. Sehingga siswa terbiasa melakukan suatu dengan
keyakinan yang berasal dari diri sendiri (motivasi instrinsik) bukan karena
hadiah maupun paksaan orang lain. Hal ini sesuai dengan Peran Guru Penggerak
dalam mewujudkan kepemimpinan murid. Dimana murid dapat memimpin dirinya
sendiri, mengambil keputusan atas keyakinan baik dalam diri siswa. Setiap siswa
salalu berpikir sebelum bertindak,”Apakah hal ini bermanfaat/baik untukku?”
Selain itu, melalui praktik segitiga restitusi, siswa yang
melakukan kesalahan maupun korban bersama-sama
mengambil pelajaran melalui dialog-dialog positif. Kebutuhan siswa untuk
mendapat kesenangan, cinta dan kasih sayang, penguasaan dan kebebasan terpenuhi
tanpa mencederai harga diri siswa atau membuat siswa merasa bersalah dan
tersisih dari kelompoknya.
Korelasi antara Budaya
Positif dengan Visi Guru Penggerak
Visi guru penggerak adalah mewujudkan profil pelajar Pancasila
pada murid-murid melalui inisiatif
perubahan positif dan apresiatif. Yang dimulai dari perubahan paradigma guru
tentang makna displin. Menumbuhkan displin positif siswa melalui musywarah
keyakinan kelas. Dan mengatasi masalah pembelajaran melalui praktik segitiga
restitusi. Dengan harapan tumbuhnya motivasi intrinsik siswa dalam melakukan
setiap tindakan. Bertanggung jawab atas semua pilihan yang diambilnya dalam
mencapai kebahagaian dan keselamatan
Keren yah salut semangat
BalasHapus