Rabu, 01 Januari 2020

Anugerah Terakhir


Menulis dengan menghadirkan wajah-wajah orang tercinta
Orang yang dipilih Allah menjadi perantara hadirnya aku kedunia
Yang setiap desah nafas beliau teriring doa untuk ku

Pagi itu, Senin Legi di waktu dhuha bertepatan dengan hari ke-14 Ramadhan tahun 1397 H
lahir seorang bayi perempuan. Lasminingsih adalah nama yang diberikan ayahku. Nama yang pernah aku protes karena tidak ada nama Islamnya. Sedang semua kakakku menggunakan nama Islam. Menurut Bapak namaku artinya anugerah terakhir yang diberikan Allah SWT, agar aku menjadi seorang wanita yang berpikiran jernih dan welas asih. Anugerah terakhir karena aku anak perempuan satu-satunya  dari 4 bersaudara yang semua kakakku laki-laki. Anugerah terakhir karena setelah melahirkanku, Ibuku langsung menopause.
            Aku lahir di Kaki Merbabu, desa Mejing, kecamatan Candimulyo, Magelang. Terlahir dari keluarga sederhana. Ayahku berdagang tahu sambil bertani dan ibuku adalah ibu rumah tangga. Walaupun ayahku hanya tamatan Sekolah Rakyat, namun beliau mengutamakan pendidikan formal dan agama untuk kami. Semua kakakku lulus SMA, namun aku, Si anak bungsu pada awalnya tidak boleh melanjutkan sekolah SMA. Alasan yang tidak bisa aku terima kala itu. Bagi ayahku, seorang perempuan tidak perlu sekolah formal tinggi, Karena akan menjadi ibu rumah tangga juga nantinya.
 Menjadi anak bungsu perempuan satu-satunya membuatku menjadi anak manja, yang keinginanku harus terpenuhi. Dengan terpaksa ayahku mengijinkanku untuk sekolah SMA di kota. Karena keterbatasan biaya, seda
Dari kecil aku mempunyai cit-cita ingin kuliah dan berpenghasilan sendiri
Merantau ke Tangerang tahun 1995 karena ingin mengganti tabungan bapak yang aku habiskan untuk masuk STAN, namun tidak diterima. Padahal sudah menghabiskan banyak biaya, untuk bimbel dan akomodasi pendaftaran di Jakarta.
            Bermodalkan ijazah SMA aku menjadi operator di pabrik sepatu. Memasuki dunia kerja, ternyata tidak seindah yang kubayangkan. Pahit getir hidup dirantau aku jalani. Perlakuan kurang manusiawi dari atasan di pabrik menyulutkan tekad yang luar biasa. Aku harus tetap menghasilkan uang namun tidak dengan cara dihina, dibentak dan dilecehkan. Pindah dari satu kos ke kos yang lain karena ketidakcocokan teman sekamar, mewarnai perjalanan hidupku dirantau. Pernah suatu hari aku pulang kampung, melihat badanku kurus, Ayah memintaku berhenti bekerja. Namun aku menolak tawaran itu, karena kalau aku berhenti bekerja, aku tidak bisa mengirimi uang kebapak.
Rasa syukur yang tidak terhingga kepada Allah SWT  karena pada tahun 2000 aku dipertemukan dengan wanita –wanita muslimah yang luar biasa. Menerima, membimbing dan menginspirasi tanpa menghakimi. Empat tahun yang menjadi titik balik  merubah cara pandang hidupku, dari yang berorientasi dunia ke akhirat.
Tahun 2002 aku kuliah D2 PGSD  UHAMKA sambil bekerja di pabrik sepatu. Dua tahun yang sangat berat, karena aku harus pintar membagi waktu. Senin –Jumat dari 07.00-21.00 aku harus bekarja. Sabtu dan Minggu aku kuliah. Namun semangat untuk merubah nasib dan doa dari orang tua membuatku selalu ingin melakukan yang terbaik. Pun ketika kuliah. Alhamdulillah bisa menjadi lulusan terbaik tanpa minta uang dari ayah.
Tahun 2004 aku lulus kuliah dan memutuskan keluar dari pabrik sepatu. Alhamdulillah Allah SWT memberikan kemudahan, aku diterima mengajar di sebuah SDIT di Tangerang. Walaupun gaji mengajar kecil, namun pekerjaanku dihargai orang. Satu cita-citaku tercapai.
Alhamdulillah berkat doa orang tuaku pada tahun 2006 aku lolos seleksi tes CPNS di Kota Tangerang. Di tahun yang sama aku dipertemukan Allah SWT dengan pendamping terbaik. Sekarang aku mengajar di sebuah SDN di kabupaten Tangerang.

Tangerang, 9 November 2019, 16:54

0 komentar:

Posting Komentar